Laman

Google Penelusuran

Gunung Merapi

Gunung Merapi

Minggu, 31 Oktober 2010

Aktivitas Merapi Tak Mempengaruhi Aktivitas Gunung Lain di Indonesia


Aktivitas Merapi Tak Mempengaruhi Aktivitas Gunung Lain di Indonesia  

Gunung Merapi. AP/Irwin Fedriansyah
TEMPO InteraktifYogyakarta - Aktivitas Gunung Merapi yang meletus pada Selasa (26/10) lalu tak mempengaruhi aktivitas gunung-gunung lain di Indonesia. Alasannya, letak mereka berjauhan dan karakteristik yang dimiliki gunung-gunung berapi di Indonesia berbeda-beda.

“Aktivitas gunung-gunung ini tidak saling terkait dan mempunyai karakteristik yang berbeda-beda apalagi letaknya juga berbeda,” kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Surono kepada wartawan di Balai Penyelidikan dan Pengembangan Kegunungapian, Yogyakarta, Minggu (31/10). Surono menjelaskan hal ini terkait dengan status siaga Gunung Ibu di Halmahera dan Gunung Karangeten Sintaro Sulawesi Utara.

Surono mengatakan, saat ini ada 19 gunung berapi yang berstatus waspada di Indonesia dari 129 gunung berapi yang berstatus aktif di Indonesia.

Dalam kesempatan ini, Surono juga meminta kepada media agar cermat memberitakan pemberitaan meletusnya Gunung Merapi. Surono meminta perhatian soal ini, karena di sekitar kawasan erupsi Merapi, antara lainnya Yogyakarta,  adalah daerah wisata dan kota pelajar.

“Jangan karena koranya ingin dibaca, dan televisinya ditonton, lalu pemberitaannya tidak sesuai,” kata Surono. “Kasian ibu-ibu yang anaknya sekolah di sini menanyakan kondisi anaknya di Jogja.”

BERNADA RURIT

Aktivitas Merapi Tak Mempengaruhi Aktivitas Gunung Lain di Indonesia


Aktivitas Merapi Tak Mempengaruhi Aktivitas Gunung Lain di Indonesia  

Gunung Merapi. AP/Irwin Fedriansyah
TEMPO InteraktifYogyakarta - Aktivitas Gunung Merapi yang meletus pada Selasa (26/10) lalu tak mempengaruhi aktivitas gunung-gunung lain di Indonesia. Alasannya, letak mereka berjauhan dan karakteristik yang dimiliki gunung-gunung berapi di Indonesia berbeda-beda.

“Aktivitas gunung-gunung ini tidak saling terkait dan mempunyai karakteristik yang berbeda-beda apalagi letaknya juga berbeda,” kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Surono kepada wartawan di Balai Penyelidikan dan Pengembangan Kegunungapian, Yogyakarta, Minggu (31/10). Surono menjelaskan hal ini terkait dengan status siaga Gunung Ibu di Halmahera dan Gunung Karangeten Sintaro Sulawesi Utara.

Surono mengatakan, saat ini ada 19 gunung berapi yang berstatus waspada di Indonesia dari 129 gunung berapi yang berstatus aktif di Indonesia.

Dalam kesempatan ini, Surono juga meminta kepada media agar cermat memberitakan pemberitaan meletusnya Gunung Merapi. Surono meminta perhatian soal ini, karena di sekitar kawasan erupsi Merapi, antara lainnya Yogyakarta,  adalah daerah wisata dan kota pelajar.

“Jangan karena koranya ingin dibaca, dan televisinya ditonton, lalu pemberitaannya tidak sesuai,” kata Surono. “Kasian ibu-ibu yang anaknya sekolah di sini menanyakan kondisi anaknya di Jogja.”

BERNADA RURIT

Aktivitas Merapi Tak Mempengaruhi Aktivitas Gunung Lain di Indonesia


Aktivitas Merapi Tak Mempengaruhi Aktivitas Gunung Lain di Indonesia  

Gunung Merapi. AP/Irwin Fedriansyah
TEMPO InteraktifYogyakarta - Aktivitas Gunung Merapi yang meletus pada Selasa (26/10) lalu tak mempengaruhi aktivitas gunung-gunung lain di Indonesia. Alasannya, letak mereka berjauhan dan karakteristik yang dimiliki gunung-gunung berapi di Indonesia berbeda-beda.

“Aktivitas gunung-gunung ini tidak saling terkait dan mempunyai karakteristik yang berbeda-beda apalagi letaknya juga berbeda,” kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Surono kepada wartawan di Balai Penyelidikan dan Pengembangan Kegunungapian, Yogyakarta, Minggu (31/10). Surono menjelaskan hal ini terkait dengan status siaga Gunung Ibu di Halmahera dan Gunung Karangeten Sintaro Sulawesi Utara.

Surono mengatakan, saat ini ada 19 gunung berapi yang berstatus waspada di Indonesia dari 129 gunung berapi yang berstatus aktif di Indonesia.

Dalam kesempatan ini, Surono juga meminta kepada media agar cermat memberitakan pemberitaan meletusnya Gunung Merapi. Surono meminta perhatian soal ini, karena di sekitar kawasan erupsi Merapi, antara lainnya Yogyakarta,  adalah daerah wisata dan kota pelajar.

“Jangan karena koranya ingin dibaca, dan televisinya ditonton, lalu pemberitaannya tidak sesuai,” kata Surono. “Kasian ibu-ibu yang anaknya sekolah di sini menanyakan kondisi anaknya di Jogja.”

BERNADA RURIT

75 Juta Meter Kubik Lahar di Perut Merapi

MERAPI
75 Juta Meter Kubik Lahar di Perut Merapi
Sabtu, 30 Oktober 2010 | 17:56 WIB
TRIBUNNEWS.COM/BRAMASTO ADHY
Gunung Merapi
JAKARTA, KOMPAS.com — Gunung Merapi masih berpotensi meletus lagi. Di dalam perut Merapi saat ini masih tersimpan 7,5 juta meter kubik lahar.
Berdasarkan keterangan para ahli yang didapatkan Staf Khusus Presiden Bidang Kebencanaan Andi Arif, letusan Gunung Merapi dalam empat hari ini belum sampai pada puncaknya.
"Ada 7,5 juta meter kubik lahar di dalam Gunung Merapi. Itu menurut ahli," kata Andi di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (30/10/2010).
Ia pun belum bisa mengetahui pasti apakah 7,5 juta meter kubik lahar yang ada di perut Gunung Merapi tersebut akan keluar semuanya atau tidak. "Apakah akan keluar semua, saya tidak tahulah," imbuhnya.
Menurutnya, pernyataan bencana itu ada di tangan Kepala BPPTK Surono. "Tergantung call dari Pak Surono. Kalau dia bilang lebih dari 10 km radiusnya, harus ikut. Sekarang, call-nya 10 km," ujarnya.
Aktivitas Gunung Merapi masih dalam status Awas level 4 dan belum bisa diturunkan. Tadi pagi, Gunung Merapi sudah kembali memuntahkan materialnya dan menyemburkan awan panas atauwedhus gembel. (Tribunnews.com/Adi Suhendi)

Sabtu, 30 Oktober 2010

Korban Tewas Mentawai Sudah 413 Jiwa

Korban Tewas Mentawai Sudah 413 Jiwa
Sabtu, 30 Oktober 2010 | 13:30 WIB
KOMPAS/LUCKY PRANSISKA
Warga Sikakap bersama tim SAR, Jumat (29/10/2010), mencari jenazah warga yang tertimbun puing bangunan dan pohon akibat tersapu gelombang tsunami. Lebih dari sekitar 100 warga dilaporkan hilang. Jenazah yang berhasil ditemukan dikuburkan secara massal di lokasi tersebut.
JAKARTA, KOMPAS.com  Jumlah korban meninggal akibat bencana gempa bumi dan tsunami di Kepulauan Mentawai hingga hari Sabtu (30/10/2010) sudah mencapai 413 jiwa.
Berdasarkan data resmi yang dirilis situs Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga pukul 10.00, korban tersebut berasal dari 7 desa di 4 kecamatan dengan rincian 41 orang di Kecamatan Sipora Selatan, 154 orang di Kecamatan Pagai Selatan, 209 orang di Kecamatan Pagai Utara dan 9 orang di Kecamatan Sikakap. 
Korban meninggal yang paling banyak berada di Dusun Sabeugunggung dan Munte, Desa Belumonga, Kecamatan Pagai Utara, masing-masing sebanyak 98 orang.
Sementara itu, korban hilang dilaporkan sebanyak 303 orang dengan korban terbanyak berada di Dusun Sabeugunggung 160 orang. Korban luka berat sama dengan data sebelumnya, yaitu 270 orang. Adapun korban luka ringan bertambah 20 orang menjadi 162 orang.
Berdasarkan laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumatera Barat, pengungsi yang sudah terdata bertambah menjadi 12.935 jiwa dengan sebaran 7.784 jiwa di Kecamatan Pagai Selatan, 3.656 jiwa di Kecamatan Pagai Utara, dan 1.495 jiwa di Kecamatan Sikakap.
Dua dusun yang paling parah mengalami bencana adalah Dusun Munte dan Dusun Sabeugunggung yang terletak di Desa Batumonga, Kecamatan Pagai Utara. Di sana, jumlah rumah rusak berat masing-masing sebanyak 74 dan 64 unit. Total rumah rusak berat di 4 kecamatan adalah 497 unit, sedangkan rumah rusak ringan sebanyak 204 unit.

Jumat, 29 Oktober 2010

Awan Panas dan Gempa Muncul Lagi

MERAPI MELETUS
Awan Panas dan Gempa Muncul Lagi
Jumat, 29 Oktober 2010 | 02:51 WIB
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Titik api di puncak Gunung Merapi mulai terlihat sebagai bagian dari proses erupsi, sebagaimana yang terekam dari Dusun Balerante, Kemalang, Klaten, Jawa Tengah, Kamis (28/10) pukul 10.40.
Boyolali, Kompas - Awan panas kembali muncul dan terlihat hari Kamis (28/10) pukul 16.10, pada hari ketiga pascaerupsi Gunung Merapi. Kepulan awan panas ini terlihat dari Pos Pengamatan Merapi di Jrakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Titik api diam di puncak mulai terlihat Kamis malam. Titik api itu tanda magma sudah sampai puncak dan siap mengalirkan lava. Kemungkinan erupsi eksplosif akan kecil sekali. Munculnya titik api itu diikuti keluarnya awan panas pukul 21.45 dan didahului awan panas pukul 19.50 berskala kecil dengan durasi 2-4 menit ke arah selatan di lintasan Kali Gendol, Sleman.
Material awan panas diduga mengarah ke Kali Gendol di Sleman, DI Yogyakarta, sedangkan asap awan panas mengarah ke barat, yakni Kabupaten Magelang.
Retijo, petugas Pos Pengamatan Ngepos di Kecamatan Srumbung, Magelang, mengatakan sampai kemarin jarak dan sebaran awan panas belum diketahui, tetapi masyarakat diminta waspada karena Merapi masih membahayakan.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Surono mengatakan, titik api ini menunjukkan ciri khas erupsi Merapi yang diikuti kemunculan kubah lava sebelum meluncur sebagai lava pijar.
Terima kritik
Wakil Presiden Boediono, di Solo, kemarin, menyatakan, pemerintah menerima semua masukan dan kritik yang ditujukan kepada pemerintah terhadap manajemen penanggulangan bencana selama ini.
Wapres Boediono mengatakan hal itu saat memberikan sambutan pada acara Peringatan Ke-82 Sumpah Pemuda di Stadion Manahan, Solo. ”Pemerintah berusaha terus-menerus memperbaiki manajemen penanggulangan bencana agar lebih baik lagi di masa datang,” katanya. Ia menambahkan, ”Di tengah perayaan Sumpah Pemuda yang diselimuti suasana duka akibat korban yang jatuh dari rangkaian bencana itu, kita tidak punya pilihan kecuali harus bahu-membahu dan memperkuat serta saling menolong.”
Sebelumnya, Bibit Waluyo menceritakan bagaimana ia memberikan pengertian kepada sejumlah warga di Kabupaten Klaten yang semula ingin bertahan. Menurut Bibit, akhirnya sekitar 300 warganya yang semula tetap bertahan di lereng Gunung Merapi memutuskan turun dan mengungsi.
Berangsur surut
Sepanjang Kamis, aktivitas vulkanik Merapi meningkat setelah tenang pascaerupsi. Pukul 16.13, sebelum kemunculan titik api, awan panas menyembur ke lintasan Kali Gendol dengan skala kecil berjarak luncur 3,5 kilometer dan berdurasi sekitar 3 menit. Awan panas erupsi 26 Oktober terjadi delapan kali dan satu lagi berdurasi 33 menit dengan jarak luncur 8 kilometer.
Aktivitas Merapi pada Kamis hingga pukul 18.00 terjadi guguran sebanyak 129 kali, gempa multifase 84 kali, dan gempa vulkanik 23 kali. Parameter itu meningkat dibandingkan data 27 Oktober, yakni guguran 109 kali, gempa multifase 34 kali, dan gempa vulkanik 7 kali.
Meski begitu, aktivitas kemarin masih jauh lebih rendah dibandingkan saat erupsi di mana tercatat guguran terjadi 269 kali, gempa multifase 397 kali, dan gempa vulkanik 232 kali.
Dengan munculnya titik api diam, Kepala BPPTK Subandriyo mengatakan, fase erupsi Merapi sudah kembali seperti sebelumnya yakni efusif (mengalir). ”Kemungkinan erupsi eksplosif akan kecil sekali. Namun, awan panas akan tetap ada,” katanya
Sebanyak 35 orang tewas
Korban tewas akibat letusan Merapi bertambah menjadi 35 orang. Satu korban lain adalah bayi berusia enam bulan dari Kabupaten Magelang, Jateng.
Jenazah dan korban yang sempat dibawa dan meninggal di RS Dr Sardjito ada 33 orang. Satu korban lain meninggal di RS Panti Nugroho. Empat korban luka bakar masih dirawat.
Kepala Bagian Hukum dan Humas RS Dr Sarjito, Trisno Heru Nugroho, mengatakan, semua jenazah telah diidentifikasi tim Instalasi Kedokteran Forensik RS Dr Sardjito bersama tim Disaster Victim Identification (DVI) Kepolisian Daerah DIY.
Korban luka bakar akibat sengatan awan panas rata-rata meninggal.
Jatuhnya 35 korban jiwa memunculkan pertanyaan efektivitas sosialisasi bencana. Berbagai pihak meminta sosialisasi kebencanaan digencarkan. Ini terungkap dalam sarasehan kebencanaan BPPTK di Yogyakarta. Sarasehan dihadiri antropolog UGM Fauzan Zamzam, rohaniwan Romo Kirjito, sosiolog UIN Yogyakarta Sri Harini, dan Kepala Biro Kompas DIY Thomas Pudjo Widijanto.
Pelajaran dari banyaknya korban jiwa, dikatakan Kirjito, diharapkan membuat masyarakat makin sadar pentingnya mengikuti imbauan ilmu pengetahuan. ”Selama ini peringatan yang berasal dari ilmu pengetahuan sering kali diabaikan.”
Nekat pulang
Meskipun aktivitas Merapi masih tinggi dan status masih Awas, sejumlah pengungsi di barak pengungsian Desa Umbulharjo, Cangkringan, nekat pulang. Selain untuk mengurus ternak, juga untuk mengambil kebutuhan karena terbatasnya fasilitas di pengungsian.
Di barak pengungsian Umbulharjo itu terdapat 2.073 pengungsi, dengan jumlah anak balita 206 orang dan anak-anak 146 orang. Selain kekurangan baju, anak balita juga kekurangan popok dan alas tidur.
Untuk Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, yang luluh lantak tersapu awan panas, Bupati Sleman Sri Purnomo mempertimbangkan merelokasi warga yang ada di pengungsian ke tempat lain yang lebih aman.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Sleman Yuni Zafria berpendapat, lebih baik warga Kinahrejo direlokasi. (TIM KOMPAS)